Kamis, 24 November 2011

Barat Berupaya Menghadang Laju Syariat Islam

Diakui atau tidak, suara umat untuk menegakkan syariat Islam semakin menguat. Dari hari ke hari, suara tuntutan penegakkan syariat Islam itu semakin membahana dari ujung Barat Indonsia hingga Merauke di Papua. Sejak Konferensi Khilafah Internasional (KKI) tahun 2007 di Gelora Bung Karno yang diadakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, isu penegakkan syariat Islam terus bergulir. Berbagai respon muncul. Ada yang merespon positif, ada juga yang merespon negatif.

Bagi kalangan yang setuju terhadap tegaknya hukum Allah, konferensi tersebut akan disambut baik. Tetapi bagi orang (Islam) yang tidak ingin hukum Tuhan (Allah) tegak di Indonesia, konferensi tersebut dianggap sebagai sesuatu yag mengusik sehingga harus gerakannya harus dipadamkan. Berbagai stigma negatif kemudian dialamatkan, baik kepada syariah Islam sendiri maupun kepada kelompok penyerunya. Hal tersebut memang dilakukan sebagai upaya membendung syariat Islam tegak di Indonesia. Mereka berupaya menggembosi gerakan tersebut dengan berbagai modusnya.

Setidaknya ada empat langkah yang ditempuh Barat untuk membendung gerakan syariah Islam:

Pertama:
Propaganda opini dan pemikiran yang seolah-olah berasal dari Islam, tetapi hakikatnya tidak. Misalnya saja, HAM dan demokrasi. Kita tahu, hak asasi manusia (human rights) tidak pernah dikenal di dalam Islam. Human rights hanya dikenal di Barat. Ide ini semakin kokoh dengan dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia pada tahun 1948 oleh PBB. HAM dianggap sebagai bagian dari ajaran islam. Ayat yang sering dikutip adalah sebagai berikut,

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku. Aku tidak menghendaki sedikitpun rezeki dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allahlah Maha Pemberi Rezeki, Pemilik Kekuatan, lagi Maha Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 56-58)

Demikian pula demokrasi. Demokrasi seringkali dikait-kaitkan dengan Islam. Katanya: demokrasi itu ada dalam Islam, sebab demokrasi tidak lain adalah musyawarah itu sendiri. Demokrasi dikatakan musyawarah?! Sungguh sangat dangkal! Kemudian disama-samakan bahwa parlemen adalah bentuk dari musyawarah dalam konteks besar, yaitu untuk urusan kenegaraan. Padahal demokrasi lahir dari pemikiran Islam. Mana pernah ada kata demokrasi dalam Alquran? Tidak pernah ada. Al dimuqrathiyyah adalah istilah baru yang diadopsi oleh orang-orang yang menyerukan demokrasi.

Jadi, dengan opini dan propaganda ini mereka membumbuinya dengan ayat-ayat Allah. Padahal pengadopsian kedua ide buruk rupa ini adalah bentuk dari pengokohan terhadap ide sekulerisme dan pemberangusan terhadap ide Islam.

Kedua:
Memunculkan tokoh-tokoh antisyariah. Dari kasus ini, Barat senantiasa mendorong penguasa untuk tidak saja menghancurkan Islam yang dianggap ‘radikal’, tetapi juga mempromosikan alternatif-alternatif lainnya. Artinya, tokoh-tokoh pro syariah diberikan stigma negatif, sedangkan yang menentang syariah justru dibesar-besarkan.

Jika Anda ingast kasus Aa Gym yang berpoligami, maka ini adalah buktinya. Beliau disudutkan berbagai macam media. Saking menguatnya kasus tersebut, bahkan pemerintah berupaya untuk mengubah UU Perkawinan, khususnya tentang poligami. Aa Gym dianggap tidak menghargai hak-hak perempuan dan menzalimi istri pertamanya. Padahal pada waktu yang sama terjadi perselingkuhan antara anggota DPR. Tetapi si anggota DPR tersebut tidak tersentuh hukum sama sekali. Lebih aneh lagi, pemerintah tidak memberikan komentar apapun terkait hal ini.

Hal yang lain lagi adalah pencitraburukan Ustadz Abu Bakar Baasyir. Walaupun Ustadz Abu tidak pernah terbukti terkait jaringan terorisme, tetapi beliau tetap saja dijerat.

Ketiga:
Pengkotak-kotakan islam dan adu domba. Pengkotak-kotakan Islam ini bertujuan untuk memecahbelah. Ada istilah Islam Modernis-Islam Tradisionalis, Islam Fundamentalis-Islam Moderat, Islam Kultural-Islam Struktural, dan lain-lain. Dengan cara seperti ini, tentu akan sangat berbahaya. Umat Islam yang satu akan mudah memusuhi umat Islam lain hanya karena terprovokasi pemikiran Barat ini. Hanya gara-gara masalah furu’ (cabang) lalu umat Islam yang satu mudah memandang rendah umat Islam yang lain. Orang yang salat subuhnya memakai qunut, enggan bergaul atau dengan orang yang salat subuhnya tidak memakai qunut. Orang yang memakai celana di atas mata kaki enggan bergaul dengan orang yang celananya di bawah mata kaki, dan lain sebagainya.

Pemecahbelahan serta adu domba umat islam juga terjadi di bidang politik, yaitu dengan menerapkan nasionalisme. Dulu kaum muslimin itu satu negara, sekarang terpecah menjadi banyak negara. Umat Islam negara Indonesia enggan membantu melenyapkan orang Yahudi yang menjajah umat Islam di Palestina hanya gara-gara sifat kebangsaan. Umat Islam Indonesia berseteru dengan umat Islam Malaysia hanya gara-gara masalah wilayah. Paham rendahan semacam nasionalisme ini benar-benar telah memecah belah kaum muslimin.

Benar sekali para penjajah mengadu domba sesama muslim. Dalam ungkapan Arab “Farriq-tassud!” yang berarti “Pecah! Perintahlah!” maka orang-orang Barat telah berhasil menjadikan umat Islam terpecah belah di bawah penguasa-penguasa boneka Barat. Demikian pula tatkala Belanda menyerukan politik devide et impera (pecah belah). Lihatlah Kesultanan Mataram! Kesultanan Agung itu dipecah menjadi empat kekuasaan kecil: kesultanan Yogyakarta, Pakualaman Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegaran Surakarta. Lihat pula perseteruan yang terjadi di Kesultanan Banten: Sultan Ageng Tirtayasa diadu domba dengan putranya, Sultan Haji. Na’udzubillah!

Keempat:
Negara membentuk beberapa perundang-undangan yang anti-Islam. Lihatlah UU Terorisme, UU Intelijen, UU KDRT, UU Pornografi, dan lain-lain.

Dalam kasus dukungan partai-partai besar untuk kembali kepada asas tunggal Pancasila, sebenarnya motif utama dari isu ini adalah ingin menghadang laju gerakan syariah Islam. Apalagi isu asas tunggal Pancasila itu adalah untuk mencegah terjadinya separatisme. Alasan ini jelas mengada-ada dan mudah dibantah. Sebab gerakan separatisme justru banyak terjadi di daerah yang dimpinpin oleh gubernur dari partai nasionalis (seperti PDIP dan Golkar) dan parlemennya juga dikuasai oleh mereka.

Demikianlah. Berbagai upaya dilakukan untuk menghadang laju gerakan syariah Islam. Orang-orang (Islam) itu adalah orang yang paling memusuhi syariah Islam. Mereka tidak ingin hukum yang dibuat Tuhan mereka tegak di negeri mereka. Padahal bumi ini milik Allah swt.(Tuhan mereka).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar