Kamis, 24 November 2011

Wajibnya Menegakkan Khilafah

Allah berfirman,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (QS. Al Baqarah: 30)

Kata khalifah berarti suatu pihak yang menggantikan pihak lainnya, menempati kedudukannya, dan mewakili urusannya. Secara bahasa, seluruh mufassirin sepakat, bahwa yang dimaksud dengan khalifah di sini adalah Adam as. (Al Baidhawi, Anwarut Tanzil; Al Baidhawi Al Ma'alimut Tanzil)

Namun, di antara mereka terdapat beberapa pendapat tentang: Khalifah (pengganti) bagi siapakah Adam itu?

Pertama:
Khalifah bagi jin. Sebab, sebelum manusia diciptakan penghuni bumi adalah para jin. Namun karena mereka banyak berbuat kesalahan dan kerusakan, Allah mengutus para malaikat untuk mengusir mereka. Setelah mereka disingkirkan ke daerah-daerah pinggiran seperti laut dan gunung, Adam diciptakan untuk menggantikan posisi para jin itu (Ath Thabari, Jami'ul Bayan fi Ta'wilul Quran; Az Zuhaili, At Tafsirul Munir).

Kedua:
Khalifah bagi malaikat. Sebab setelah berhasil menyingkirkan jin, malaikatlah yang tinggal di bumi. Jadi, Adam adalah khalifah bagi malaikat. Ini adalah pendapat Asy Syaukani, An Nasafi, dan Al Wahidi (Asy Syaukani, Fathul Qadir; An Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta'wil).

Ketiga:
Disebut khalifah, sebab mereka menjadi kaum yang sebagiannya menggantikan yang lainnya. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Katsir. Pendapat ini didasarkan pada QS. Al An'am: 165, An Naml: 62, Az Zukhruf: 6, dan Maryam: 59 (Ibnu Katsir, Tafsir Al Quranul Azhim; Al Qasimi, Mahasinut Ta'wil).

Keempat:
Adam adalah khalifah bagi Allah dibumi untuk menegakkan hukum-hukum-Nya dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya. Pendapat ini dipilih oleh Al Baghawi, Al Alusi, Al Qinuji, Al Ajili, Ibnu Juzyi, dan Asy Syanqithi. (Al Baghawi, Al Ma'alimut Tanzil; Al Alusi, Ruhul Ma'ani; Al Qinuji, Fathul Bayan; Al Ajili, Al Futuhatul Islamiyah; Asy Syanqithi, Adhwa'ul Bayan)
Status ini bukan hanya disandang oleh Adam, tetapi seluruh para nabi. Mereka semua dijadikan sebagai pengganti dalam memakmurkan bumi, mengatur dan mengurus manusia, menyempurnakan jiwa mereka, dan menerapkan perintah-Nya kepada manusia (Al Alusi, Ruhul Ma'ani; Al Baidhawi, Anwarut Tanzil). Menurut Al Qasimi, kesimpulan ini didasarkan pada QS. Shad: 26.

Dalam ayat tersebut terdapat kata fasad. Fasad berarti kerusakan. Kerusakan di bumi itu adalah akibat kekufuran dan segala tindakan maksiat (lihat Al Jazairi, Aysarut Tafasir). Adapun yang dimaksud dengan menumpahkan darah adalah pembunuhan yang dilakukan tanpa alasan yang syar'i.

Dari manakah para malaikat mengetahui sifat-sifat buruk manusia itu, padahal manusia belum diciptakan? Pengetahuan itu berasal dari pemberitahuan Allah swt., bisa pula dari Lauhul Mahfudz, atau berdasarkan analogi terhadap sifat para jin yang sebelumnya menghuni bumi (An Nasafi, Madarikut Tanzil; Al Qinuji, Fathul Bayan; Al Ijili, Al Futuhatul Islamiyah).

Bisa juga dari pemahaman mereka terhadap tabiat basyariyah, yang sebagiannya telah diceritakan Allah sw., bahwa mereka diciptakan dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS. Al Hijr: 26); atau dari pemahaman mereka dari kedudukan khalifah yang bertugas menyelesaikan kezaliman yang terjadi di antara manusia dan mencegah manusia dari perkara haram dan dosa (Al Qasimi, Mahasinut Ta’wil).

Kedudukan manusia sebagai khalifah telah mewajibkan manusia untuk memutuskan dan menerapkan perkara-perkara kehidupan dengan hukum-hukum Allah swt. Untuk itu Allah mengutus nabi dan rasul. Mereka semua diutus untuk menyampaikan kepada manusia risalah-Nya yang juga berisi hukum-hukum untuk diterapkan.

Berdasarkan hal tersebut, Al Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini menjadi asal atau pokok bagi wajibnya mengangkat imam yang didengar dan ditaati, untuk menyatukan kalimat, dan menerapkan hukum-hukum-Nya, apalagi dengan adanya ijmak sahabat di Saqifah Bani Saidah yang sesegera mungkin mengangkat khalifah (pengganti) Rasulullah saw. untuk memimpin umat, daripada mengebumikan jenazah Rasulullah saw., padahal menyegerakan jenazah adalah hal yang sangat dianjurkan Rasulullah saw. (Al Qurthubi, Al jami’ li Ahkamul Quran).

Wallahu A’lam..

1 komentar:

  1. baarokallahu fiik... tulisannya bagus2 tadz, begitu juga update status fb-nya

    BalasHapus