Allah berfirman,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan
Engkau?' Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kalian ketahui. (QS. Al Baqarah: 30)
Kata khalifah
berarti suatu pihak yang menggantikan pihak lainnya, menempati
kedudukannya, dan mewakili urusannya. Secara bahasa, seluruh mufassirin
sepakat, bahwa yang dimaksud dengan khalifah di sini adalah Adam as. (Al
Baidhawi, Anwarut Tanzil; Al Baidhawi Al Ma'alimut Tanzil)
Namun, di antara mereka terdapat beberapa pendapat tentang: Khalifah (pengganti) bagi siapakah Adam itu?
Pertama:
Khalifah
bagi jin. Sebab, sebelum manusia diciptakan penghuni bumi adalah para
jin. Namun karena mereka banyak berbuat kesalahan dan kerusakan, Allah
mengutus para malaikat untuk mengusir mereka. Setelah mereka
disingkirkan ke daerah-daerah pinggiran seperti laut dan gunung, Adam
diciptakan untuk menggantikan posisi para jin itu (Ath Thabari, Jami'ul
Bayan fi Ta'wilul Quran; Az Zuhaili, At Tafsirul Munir).
Kedua:
Khalifah
bagi malaikat. Sebab setelah berhasil menyingkirkan jin, malaikatlah
yang tinggal di bumi. Jadi, Adam adalah khalifah bagi malaikat. Ini
adalah pendapat Asy Syaukani, An Nasafi, dan Al Wahidi (Asy Syaukani,
Fathul Qadir; An Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta'wil).
Ketiga:
Disebut
khalifah, sebab mereka menjadi kaum yang sebagiannya menggantikan yang
lainnya. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Katsir.
Pendapat ini didasarkan pada QS. Al An'am: 165, An Naml: 62, Az Zukhruf:
6, dan Maryam: 59 (Ibnu Katsir, Tafsir Al Quranul Azhim; Al Qasimi,
Mahasinut Ta'wil).
Keempat:
Adam adalah khalifah
bagi Allah dibumi untuk menegakkan hukum-hukum-Nya dan menerapkan
ketetapan-ketetapan-Nya. Pendapat ini dipilih oleh Al Baghawi, Al Alusi,
Al Qinuji, Al Ajili, Ibnu Juzyi, dan Asy Syanqithi. (Al Baghawi, Al
Ma'alimut Tanzil; Al Alusi, Ruhul Ma'ani; Al Qinuji, Fathul Bayan; Al
Ajili, Al Futuhatul Islamiyah; Asy Syanqithi, Adhwa'ul Bayan)
Status
ini bukan hanya disandang oleh Adam, tetapi seluruh para nabi. Mereka
semua dijadikan sebagai pengganti dalam memakmurkan bumi, mengatur dan
mengurus manusia, menyempurnakan jiwa mereka, dan menerapkan
perintah-Nya kepada manusia (Al Alusi, Ruhul Ma'ani; Al Baidhawi,
Anwarut Tanzil). Menurut Al Qasimi, kesimpulan ini didasarkan pada QS.
Shad: 26.
Dalam ayat tersebut terdapat kata fasad. Fasad
berarti kerusakan. Kerusakan di bumi itu adalah akibat kekufuran dan
segala tindakan maksiat (lihat Al Jazairi, Aysarut Tafasir). Adapun yang
dimaksud dengan menumpahkan darah adalah pembunuhan yang dilakukan
tanpa alasan yang syar'i.
Dari manakah para malaikat
mengetahui sifat-sifat buruk manusia itu, padahal manusia belum
diciptakan? Pengetahuan itu berasal dari pemberitahuan Allah swt., bisa
pula dari Lauhul Mahfudz, atau berdasarkan analogi terhadap sifat para
jin yang sebelumnya menghuni bumi (An Nasafi, Madarikut Tanzil; Al
Qinuji, Fathul Bayan; Al Ijili, Al Futuhatul Islamiyah).
Bisa
juga dari pemahaman mereka terhadap tabiat basyariyah, yang sebagiannya
telah diceritakan Allah sw., bahwa mereka diciptakan dari tanah liat
kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS. Al Hijr:
26); atau dari pemahaman mereka dari kedudukan khalifah yang bertugas
menyelesaikan kezaliman yang terjadi di antara manusia dan mencegah
manusia dari perkara haram dan dosa (Al Qasimi, Mahasinut Ta’wil).
Kedudukan
manusia sebagai khalifah telah mewajibkan manusia untuk memutuskan dan
menerapkan perkara-perkara kehidupan dengan hukum-hukum Allah swt. Untuk
itu Allah mengutus nabi dan rasul. Mereka semua diutus untuk
menyampaikan kepada manusia risalah-Nya yang juga berisi hukum-hukum
untuk diterapkan.
Berdasarkan hal tersebut, Al Qurthubi
menyatakan bahwa ayat ini menjadi asal atau pokok bagi wajibnya
mengangkat imam yang didengar dan ditaati, untuk menyatukan kalimat, dan
menerapkan hukum-hukum-Nya, apalagi dengan adanya ijmak sahabat di
Saqifah Bani Saidah yang sesegera mungkin mengangkat khalifah
(pengganti) Rasulullah saw. untuk memimpin umat, daripada mengebumikan
jenazah Rasulullah saw., padahal menyegerakan jenazah adalah hal yang
sangat dianjurkan Rasulullah saw. (Al Qurthubi, Al jami’ li Ahkamul
Quran).
Wallahu A’lam..
baarokallahu fiik... tulisannya bagus2 tadz, begitu juga update status fb-nya
BalasHapus